Shalat yang benar : cepat atau lambat ?

Ayah : Ayo adik, kenapa kok shalatnya cepet-cepet begitu? Shalat itu dibaca ayatnya bukan cuma naik turun kayak gitu..

Anak : tapi Yah, adik sebenarnya pingin mbaca, Cuma kalo adik pas ikut jamaah disekolah atau di mesjid, pasti adik baru baca sedikit trus sudah ruku’ atau sudah sujud, jadi ketinggalan deh nanti

Akupun terhenyak. Betapa tidak, kita, ya aku dan kau ternyata seperti itu dimata mereka.

Si anak diharuskan menghafal, diharuskan tepat waktu diharuskan berjamaah dan harus-harus yang lain, tapi faktanya, shalat kita Cuma sekedar seperti itu dan celakanya kita lalu menjadi contoh penting bagi mereka, jadi panutan.

Artinya, mereka sadar atau tidak, suka atau tidak, pada akhirnya mengikuti pola “umum” (baca : pola masyarakat muslim kita ini) yang berjamaah dengan begitu cepat tanpa tartil.

Coba lihat di mushalla, di langgar, surau, mesjid, atau jika kau belum atau jarang ketempat-tempat tadi, setidaknya saat jamaah dirumahmu sendiri (atau kau juga tidak pernah jamaah dirumahmu sendiri?), lalu coba rasakan, secepat apa atau selambat apa kita shalat. Betul, yang aku maksud adalah shalat jamaah, bukan shalat sendiri-sendiri.

Seperti pada tulisanku terdahulu, cara mengetahuinya sederhana sekali. Bila kau shalat maghrib misalnya, maka saat selesai isya (isya lho, bukan magrib) nanti coba kau ingat surah apa yang dibaca pada rakaat pertama dan kedua shalat maghrib tadi (bukan yang shalat isya barusan). Jika kau ingat, setidaknya kau tidak termasuk ”mudah melupakan”. Yah, kalau kau berjabat tangan dengan seorang raja, tentulah setidaknya seminggu masih bisa kau ingat dan rasakan (kecuali bila jabatanmu diatas dari raja). Jika kau membaca sebuah surah didepan Sang Pencipta dan Maha Penguasa, sungguh mestinya kita wajib mengingat surah itu hingga setidaknya 3 waktu shalat berlalu. Walhasil surah yang dibaca saat shalat maghrib tadi, maka disubuh nanti tetap masih kita ingat (bahwa maghrib tadi kita membaca surah tersebut).

Shalat : cepat atau lambat?

Paling sering kita dengar alasan dengan menggunakan hadis yang kira-kira berbunyi ”bahwa dibelakang kita boleh jadi ada orang-orang yang memiliki urusan atau sudah tua” (jika ada yang tahu persisnya plus sanadnya, mohon bisa di share ya..)

Itu dia, alasan bagi sang imam ketika dirinya terburu-buru dalam bacaan shalat.

Ada analogi lain yang lebih sederhana. Jika kau menonton bioskop dengan film bagus, maka 2 jam tak terasa, rasa ingin pipis jadi menyebalkan (karena khawatir tertinggal jalan cerita).

Tapi jika kau ruku’, seberapa lama ruku’ mu? Ketika saat itu kau ucapkan ”Maha Suci Engkau ya Tuhan, Maha Luar biasa, dan segala puji hanyalah bagi-Mu”. Coba pasang stopwatch-mu sekarang lalu baca kalimat ruku’ dengan benar dan nyaman, lalu hitung berapa lama. Lalu bandingkan dengan seberapa cepat kau memuji Tuhan dalam ruku’ yang sebenarnya.

Apa iya, kita ucapkan ”terima kasih” dengan cepat lalu menjadi ”makasih” lalu jadi ”kasih trus jadi ”masih” akhirnya tingga’ ”sih”. Bukankah itu yang kita lakukan saat kita bertasbih ”subhanallah alhamdulillah Allahu akbar”, berubah menjadi ”banallah… dulillah…wakbar”.

Duhai Tuhan, maafkan daku yang tak jua benar dalam ibadah. Ampuni khilafku wahai Sang Pemilik Neraka. Sungguh tak ada maksudku bermain-main dengan itu. Sungguh aku memohon bimbingan dan ridho-Mu, wahai Tuhan nan Maha Sayang.

Rekan pembaca budiman, mungkin itu artinya ”celakalah orang yang shalat, mereka lalai dalam shalatnya”. Semoga kita semua diselamatkan Allah dari itu semua. Semoga kita tidak termasuk yang meremehkan bacaan dalam ibadah. Semoga dimudahkan diri kita untuk beribadah dengan cara yang benar dan diridhoi-Nya. Aamiin

Wallahu ‘alam bis sawab

Penulis

13 comments on “Shalat yang benar : cepat atau lambat ?

  1. MasyaAllah, benarlah ini lah masalah utama pada keseharian sholat kita, sering kali mendapati imam sholat yang mengajak rukuk dan sujud begitu cepatnya, bahkan pada rakaat ke 3 dan ke 4 makmum pun tidak selesai membaca alfatihah nya, ya penulis sayang sekali jika ini hanya menjadi tulisan blog saja, wakilkanlah kami untuk menyampaikan masalah ini ke kementrian agama dan MUI agar mereka bisa menyampaikan masalah ini secara nasional

    • Terima kasih mas Abdulloh.
      Saya sebatas menyampaikan lewat blog ini. Semoga saja ada “phak berwenang” yang tulisan ini dan menginspirasi beliau

Tinggalkan Balasan ke Rashid Batalkan balasan