Hasil dari ESQ

Sekian bulan sudah berlalu sejak aku mengikuti training hebat ini. Dan terasa makin pudar dari hati. Maka aku menulis ini, untuk mengingatkanku lagi dan mungkin pembaca yang budiman yang juga merasakan hal yang sama. Masih kuingat hari itu, hari ketiga dan terakhir masa training. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk 2 hal :

  1. Khusyu’ dalam shalat
  2. Mengaji (kembali) tiap malam jumat setelah maghrib

Hari pertama aku shalat zuhur berjamaah disebuah mesjid. Penyadaran muncul ketika azan dikumandangkan. Siang itu begitu panas dan aku berjalan dari kantor menuju mesjid yang memang tidak terlalu jauh. Azan itu begitu jelas terdengar oleh semua. Aku perhatikan dijalan yang ramai itu dan aku membatin, “tentulah semua mendengar “u’ndangan Allah’ ini. Tapi memang surga itu tidak murah. Maka bersyukurlah aku, tergerak atas kekuatan-Mu dapat memenuhi undangan itu. Dari begitu banyak manusia yang lalu lalang, dengan keindahan maupun kesederhanaan ‘duniawi’-nya, aku ‘dipilih’ utk menghadiri undangan-Nya.

Ketika shalat, aku perhatikan mayoritas adalah ‘kaum tua’. Sang Imam membaca begitu cepat (menurutku) sehingga aku merasa begitu tidak nyaman. Batinku, “mestinya, tidak begini kita menghormat pada Tuhan”

Malamnya, aku menangis dalam shalat. Ketika menyadari arti “innaa shalaati wa nusuki…dst” yang terjemah bebasku adalah : sesungguhnya shalatku ini, dan ibadah ini, dan hidup ini dan mati nanti semua bagi Allah, Rob semesta (aku bayangkan betapa planet dan galaxi tersebar begitu luas).

Lalu ketika menyadari arti “laa syarikalahuu..wabizaalika umirtu wa anaa minal muslimiin”, akupun menangis. Inikah aku, menyatakan diriku sebagai seorang muslim? Yang tidak juga becus menghormati Tuhan dalam shalat-shalatku. Padahal shalat inilah yang pertama dihisab nanti. Padahal aku sedang berhadap-hadap dengan menciptakanku. Betapa diri ini tidak memiliki rasa hormat kepada-Nya. Aku menangis dan menangis…

Ketika subuh tiba, aku ke mesjid (yang ini di dekat rumah sekitar 300m). Lagi-lagi didominasi dengan ‘kaum tua’ dan lagi-lagi dengan bacaan sang Imam yang terasa bagiku begitu cepat. Dalam batinku berkata, “bagaimana bisa ketika kita mengucap “robbighfirlii…warhamniii..dst”, yang itu semua adalah doa, yang itu semua adalah permintaan, tapi dibaca merepet cepat dan langsung sujud lagi. Itukah namanya penghormatan kepada Tuhan?

Maka ketika aku keluar dari masjid, aku menengok ke atas, ke langit gelap yang masih ditebari bintang kemintang lalu meleleh air mata ini. “Tuhan, adakah Kau terima shalatku yang baru saja tadi?” (di waktu berjamaah dalam mesjid air mataku tidak bisa keluar, entah kenapa)

Tapi pada hari ketiga shalat subuh, barulah kusadari, bahwa para jamaah, sang muadzin dan sang Imam mereka adalah adalah mahluk yang mulia. Ketika mereka terpilih untuk bisa konsisten selalu hadir disetiap subuh sementara sebagian lainnya (termasuk aku) hanya “datang dan pergi” atau bahkan meremehkan dengan menunda shalatnya hingga terang tiba.

Sebulan kemudian, aku makin “longgar”. Kerak dihati kembali tebal. Kini sulit sekali bagiku untuk bisa menangis dalam shalat-shalatku. Adakah DIA meninggalkanku? Ataukah aku yang begitu bodoh menjauhi-Nya? Kurasakan, semakin banyak nikmat diberikan, justru semakin sulit untuk bersyukur. Makin tenggelam dalam ‘kedzaliman diri’. Padahal Tuhan menegaskan (mohon maaf aku lupa ayat-nya) : “jika kita bersukur maka Allah menambahkan nikmat, dan jika kufur maka azab Allah sangatlah pedih”

Jelas aku tidak sedang menanti azab (siapa sih yang suka diazab). Tapi yang tidak kumengerti, mengapa aku kehilangan tangis dalam shalat dan doa? Padahal yang kubaca adalah sama dengan yang kemarin. Ada yang bilang bahwa khusyu’ itu ‘hadiah’. Kemarin aku merasakan begitu nikmat dan lezat saat bisa menangis dihadapan-Nya. Namun entah kenapa kini kenikmatan itu menghilang begitu saja.

“Ya Allah Tuhanku yang baik, janganlah Kau ambil kembali hidayah yang telah pernah Kau berikan. Maafkan daku karena itu pasti akibat kebodohanku sendiri. Kumohon penuh kerendahan hati, ijinkan daku untuk mampu menghormati-Mu, menjaga khusyu’-ku, tuma’ninah dan istiqomah. Seperti Musa A.S pernah memohon, demikian kini aku memohon hal yang sama, agar berkenan kiranya Engkau memberikan rahmat dari sisi-Mu kepadaku. Agar mampu diri ini menapak di atas jalan shirath mustaqim itu. Jalan yang penuh nikmat didalamnya. Agar tetap diriku dan keluargaku dalam garis edar-Mu…”

“Robbanaa atinaa fiddunyaa khasanah” : Tuhan yang perkasa, ijinkan daku memperoleh kebaikan di dunia. Tutupi segala kekurangan dan tinggikan derajat kami. Jadikan kami hamba-hamba yang dapat Kau banggakan, sebagaimana Kau membanggakan Adam A.S didepan mahluk-Mu

“Wafil aakhiroti khasanah” : Dan ijinkan kami memperoleh kebaikan di akhirat. Kebaikan di alam kubur, diamankan di padang mahsyar, dan mencicipi kelezatan jannaatun na’im.

“Wa qinaa adzaaban naar” : dan selamatkan kami, jauhkan kami dari azab yang membakar


Wassalam,

Penulis

9 comments on “Hasil dari ESQ

  1. Ass ww
    Saya alumni ESQ angkatan 36 reguler juni 2006 di Jakarta . Saya juga mengalami keadaan seperti anda beberapa minggu setelah mengingkuti ESQ kesannya mulai pudar.Saya rindu untuk mengalami saat seperti permulaan training. Saya melakukan tadabbur Qur”an . Bagaimana caranya silahkan anda berkunjung ke blog saya di http://www.fadhilza.com

    wassalam

  2. aku adalah hamba allah yang tidak tbersukur
    aku ingin sekali mendalami islam tapi sekarang aku merasa sangat jauh dari islam.kalau boleh tanya bagaimana carana(langkah 2 ) aga saya bisa kembali kejalan yang benar.jalan yang di ridhoi oleh ALLAH

    • jawab-nya : DISIPLIN
      masalahnya, kalo bicara gampang, penerapannya yang super susah.
      Bismillah saja. Semoga kita semua dimudahkan. Jujur saya pribadi masih belum mampu konsisten
      Semoga…

  3. Bersyukur anda telah dapat mengikuti ESQ. bagi saya ESQ sampai saat ini baru impian yg terus terngiang2 ditelinga seperti apa gerangan pelatihan yang dikomentari semua alumninya sebuah pelatihan yang super hebat.
    Saya tdk berkecil hati dan bersyukur anda telah berbagi pengalaman dan saya dapat menikmati, meski mungkin hanya sekelumit dari hasil yang anda peroleh. Jazaakallah

Tinggalkan Balasan ke ADI Batalkan balasan