Berkata benar meski menyakitkan ?

“Katakanlah yang sebenarnya, walau kadangkala kebenaran itu menyakitkan”.

Ungkapan ini memang rasanya pernah penulis dengar. Tapi menjadi mengagetkan ketika yang berkata seperti ini adalah justru seorang yang berpredikat “Boss Besar”. Terlebih ketika dikaitkan dengan surah Al-Ashr yang didalamnya memang disebutkan “watawaa shoubil haq” (saling mengingatkan dengan kebenaran).

Betulkah pernyataan itu? Tentulah betul. Tapi ketika itu dipakai sebagai prinsip “wajib” yang hitam putih begitu saja, disitulah letak persoalannya.

Mari lihat sebuah kisah di jaman rasul yang pernah penulis dengar

Al-Kisah pada suatu malam Rasulullah sudah siap makan malam yang disiapkan istri beliau dan memang tingal 2 piring itu saja. Tiba-tiba datang tamu yang juga akan menginap disitu. Maka yang Beliau lakukan adalah : lampu teplok (jaman dulu belum ada listrik) dimatikan, dan sang tamu dipersilahkan makan (ditemani Nabi dengan piring kosong) dan lalu si tamu beristirahat.Nabi berbohong/berpura-pura ikut makan demi untuk menjamu tamu. Itu adalah bohong untuk kebaikan.

Penulis kurang tahu apakah kisah ini benar adanya atau termasuk salah satu yang “israiliyat”.

Tapi hikmah yang berhasil diambil adalah bahwa berbohong untuk suatu kebaikan itu rasanya lebih utama.
Ada satu lagi. Sebuah hadist qudsi meriwayatkan : bahwa apabila seseorang menyembunyikan aib saudaranya di dunia maka di akhirat kelak Allah akan menyembunyikan aib-nya. Jadi mungkin konteks yang benar adalah “menyembunyikan” tapi bukan “berbohong” 

What’s the point

Apa rasanya jika atasan anda tanpa rasa salah langsung mengatakan bahwa anda orangnya pemalas, tidak pro-aktif, kurang loyal dan sebagainya. Seseorang pegawai (wanita) terbukti menangis ketika kenyataan (baca : kebenaran) atas dirinya diungkap langsung oleh atasan dan plus sekaligus didepan publik. Bedakan dengan seorang atasan yang berusaha berhati-hati agar tidak menyakiti anak buah atau bapak buah, menyembunyikan (tidak mengekspos meski terbukti benar). Kira-kira mana yang lebih baik ?Jadi, pantaskah kiranya memakai prinsip sebuah ungkapan saja dengan setegas itu : “mengatakan kebenaran meskiput pahit dan menyakitkan”, ketika masih ada peluang untuk “menyembunyikan aib”. Salam,

Penulis

7 comments on “Berkata benar meski menyakitkan ?

  1. Ungkapan tersebut adalah merupakan hadis Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Zar alghifari, yang artinya kira2 begini:”Wahai Abu Zar katakanlah kebenaran sekalipun kebenaran itu pahit (menyakitkan).

    Hadis ini tidak ada kaitannya dengan buka2 aib orang lain yang memang hal ini sangat dilarang oleh Allah dan Rasulnya. tapi hadis ini menganjurkan kita untuk lebih kritis, jujur dan berani dalam memberikan kritikan, masukan kepada siapa saja yang mendatangkan kebaikan bagi yang dikritik secara khusus.

    jadi jelas hadis ini menganjurkan kita menyampaikan kebenaran untuk kebaikan sekalipun berat bagi yang menyampaikan atau pedas bagi yang mendengarkanya.

    • Terima kasih atas masukannya. Sangat setuju dengan mas zubir. Mestinya hadist tsb tidak bsa dikaitkan dengan aib orang lain.
      Alangkah indah jika para “atasan” mampu memahami dengan bijak. Inilah masalah hati bening yang belum bening

  2. Mengatakan yang benar saja mungkin tidak baik, apalagi mengatakan yang salah didepan publik tanpa rasa bersalah, kami karyawan disni seringkali merasakan itu. YA terima saja

    • @Faris,
      Setuju. Saya tidak berani mendakwa Nabi berbohong. Itulah mengapa saya tulis saya kurang tahu kebenarannya. Semoga kita terhindar dari segala kelancangan.

      trims advise-nya ya

Tinggalkan Balasan ke Zubir Batalkan balasan